Rabu, 28 Maret 2012

(cerpen) SUDAK

Oleh: Ulfa Zaini


' Aku suka naik angkot, atau yang lebih sering di sebut sebagai sudako oleh kami, orang Sumatera Utara. Alasank menyukai angkutan menengah ke bawah ini selain pas dengan uang sakuku adalah karena dari jendelanya aku seperti menyaksikan film.
' Rumahku jauh, bisa sampai dua jam perjalanan dari pusat kota, tentu saja tidak ada yang menarik di lakukan selama 2 jam di dalam sudako selain mengamati situasi di luar jendela, para penumpang, hingga sopirnya sembari menikmati musik yang di putar.
' Namun tidak berlaku untuk hari ini. Aku menaiki sudako yang sopirnya gila! Dia menekan gas yang sesuka hati dan ering mengerem mendadak, perutku mulai bergejolak dan aku mual!
' "Pinggir bang!" tanpa pikir panjang aku langsung berdiri, tapi sayang belum sampai keluar pintu muntahan khas omnivora sudah mnyembur dari mulutku. Aku lemas dan terjatuh di pinggir jalan. Tanpa simpati sedikit pun, sopir gila itu malah memaki. "kau bersihkan itu!"
' Kurang ajar sekali, bagaimana mungkin kubersihkan sudako ini, untuk berdiri pun aku masih lemas. Penumpang lain tidak bisa di harapkan, mereka hanya anak-anak SD yang baru pulang les. Aku angkat wajahku dan menatap matanya minta di kasihani, tapi tiba-tiba...
"Ai?" Sopir gila itu terkejut dan menyebut namaku. Aku terpaku heran.
"kau gak kenal aku lagi Ai?" Dasar sopir sedeng, sok akrab, dari mana dia tahu namaku?
"Ya ampun maaf aku tadi memerahimu. Kau tak enak badan ya? Naiklah, kau duduk di depan saja, aku antar kau sampai rumah, di mana kau tinggal sekarang?"
' Sumpah aku masih bingung. Tapi untuk naik lagi aku terlanjur sakit hati. "Tak usah, aku turun di sini!" ucapku sok ketus, padahal turun di sini adalah pilihan bodoh, kanan dan kiri adalah jalan kebun sawit. Sudako ke arah rumahku hanyalah 1 jam sekali, sedangkan ini sudah jam setengah 5 sore, jalanan juga sunyi.
"Naiklah Ai, kau mau pulang jam berapa lagi?Ayo". Dia menulurkan tangannya tapi ku tepis.
"Apa kau tetap menyuruhku membersihkan sudako ini?"
"Ha-ha-ha...tidak, nanti aku saja yang membersihkan, cuma kena dikit saja kok".
' Orang yang aneh, kenapa sekarang dia jadi riang, siapa dia sebenarnya? Sekarang dia memperlakukan ku bak putri, dia mebukakan pintu depan untukku dan mempersilahkan ku masuk, gayanya bagai ajudan raja.
' Sudako kembali melaju tenang, ia juga memutar musik yang agak janggal bagi kalangan menengah ke bawah/. Musik kalsik Canon in D!
"Minum, Ai". ia menyodorkan air mineral kemasan gelas. Sebelum meminumnya ku amati dulu geasnya.
"tnang, airnya tidak ku suntik bius kok".
"Maaf aku masih heran kau siapa? Apa kia pernah berjumpa sebelumnya?"
Dia hanya tersenyum menerawang. "Heh, jawablah!"
"Cobalah kau perhatikan, masa kau lupa?"
"Lantlaka, aku malas main tebak-tebakan".
"Sari Zulfiana, anak bungsu dari 2 bersaudara. Pernah sekolah di SD Karya Darma, sekolah hasil wakaf yang muridnya cuma 16 orang, dia angkatan pertama sekolah miskin itu..." Dia menarik napas lalu menarik napas sebentar lalu melanjutkan.
"Ibunya paling marah kalau dia pergi ke sungai, karena saat itu badannya kurus kering, ibunya takut dia tak bisa menahan arus sungai. Tapi hasutan tetangganya menahan itu semua".
"Ya ya ya semua yang kau ceritakan pernah terjadi, darimana kau tahu?"
"Hm, tentu aku tahu bahkan ahi lalat besar di bahu kananmu aku juga tahu. kau bangga sekali dengan tahi lalat itu, kau bilang orang yang ada tahi lalat di bahunya tu pekerja keras, iya kan?"
' Aku tercengang. Pati dia orang yang sangat dekat dengan keluargaku. "Masih ingat padaku?" Kini aku yang tunduk, berpikir keras...
"Coba kau perhatikan tangan kiriku baik-baik". Samar-samar kulihat goresan memanjang di tangannya, goresan itu sudah hitam.
"Ah sudahlah mungkin ku lupa tapi tak..."
"Apa kau Bayu?" Dia menatapku dengan terkejut dari matanya aku tahu dia sangat senang.
"lama sekali kau ingat".
"Ha-ha-ha"
"kenapa kau tertawa?"
"Tidak aku teringat kisah tangan kirimu itu. Sepertinya aku selalu membuat masalah ya. Akali ini aku juga membuat masalah pada sudakomu."
"Ya, kau bodoh sekali sudah ku bilang jangn ikt aku, rambutannya masih ku ambilkan untuk mu,tapi kau malah ikutmemanjat, entah kenapa kau bisa terpelesetm kau ceroboh sekali, seharusnya aku biarkan saja kau jatuh"
"Lalu kenapa kau tak biarkan ku jatuh? Kau malah menarikku sampai tanganmu menggores ranting dan luka lebar gitu. Aku taku sekali ketka itu, ku pikir kau bakal mai darahmu tumpah ke tanah"
"Kalau ku biarkan jatuh, kau yang bakal mati."
' AKu terdiam teringan belasan tahun silam. Dia jauh lebih dewassa dari umurny. Semua pekerjaan buruh kasar sudah ia lakukan. Tapi hebanya ia memenangkan Olimpiade Matematika yang di adakan sekolah internasional di Medan hingga mendapatkan beasiswa di sana sampai tingkat SMA. Jika prestasinya tidak menurun, kemungkinan besar ia akan di kuliahkan di luar negeri. Tapi kenapa kau jadi sopir?
"Kenapa baru kali ini aku melihatmu. Padahal aku sring naik sudako, tapi kenapa kita tak pernah berjumpa?"
"Memang baru hari ini aku mulai narik".

' "Brak!" Belakang sudako tiba-tiba di tabrak sesuatu. ternyata yang menabrak adalah mobil jeep hitam. Bayu melirik sepion dengan sanga terkejut lalu cepat-cepat menutup jendela dan tancap gas, dia membelokkan sudakonya, ke kiri memasuki semak-semak yang aku tak tahu akan kemana.
"Kenapa belok bay? Rumahku bukan arah sini"
"Nanti saja bcaranya pokoknya kita harussembunyi dari jeep hitam itu!"
"Ini udah sore Bay"
' Bayu tak menjawab, wajahnya panik, dia menyetir bagai kesetanan, semak belukar di terobosnya saja, kami menembus perkampungan yang tak ku kenal. Masih seperti kesetanan Bayu terus mengemudi sekehendak hatinya. Kini dia menghentikan sudakonya.
"Sekarang aku boleh berbicara?" Aku tak sabar lagi.
"Ai, bagaimanapun aku harus cerita ini padamu. Tapi ku harap kau jangan membenciku..."
"Yayaya sekarang".
"Ai, aku pengedar ganja..." Muluku langsung terkunci.
"Ai, ibuku sakit jantung, dokter bilng dia harus operasi. Aku putusa asa dari mana aku dapat uang. Dalam hai aku ingin rasanya saja ibuku begitu. Saat aku cuma bekerja jadi tukang aduk sme, aku berpikir keras bagaimana cara mendapat uang, saat pikiranu sudah buntu..."
' Ia terdiam sejenak, wajahnya sudah tak terkata lagi. melebihi pilu.
"Tapi aku sadar aku gak mau kaya gini terus, meskipun menjauhi mereka nyawa tantangannya, aku bertekad hidup seperti orang normal, aku ingin hidup berkeluarga terserah mau miskin papa aku terima. Kutinggalkan kota Medan dan kembali ke sini, tempat tinggalku sewaktu keci yang damai, dan menyenangka. Aku rindu sekali, rindu dengan sungai di belakang rumah, mangga wak Haji, dan terutama.... aku rindu padamu"
' Sampai saat ini aku sudah sesgukan, kenapa dia harus bernasib seperti ini. Dia genggam tanganku tubuhnya bergetar.
"Dengar ini Ai, jeep itam tadi adalah kelompokku dulu, akhirnya mereka tahu aku ada di sini, mereka takkan menyerah kalau belum membunuhku. Maaf aku tak bia mengantarmu sampai ke rumah, kau susuri saja jalan tadi, kalau sudah bertemu warga tanyalah pada mereka jalan pulang"
"Kau bagaimana? Apa kaumau mati gitu aja? Ayo, kau juga keluar kitapergi dari sini, kau tinggal saja di rumahku"
"Bodohmu itu tak hilang-hilang! mana mungkin aku mengekor dengan mu. Kita bakal mati dua-duanya. kau harus pergi sendirian, mereka tidak melihatku, mereka tidak tahu kau bersamaku. Jadi kau aman walaupun berjalan sendirian. Cepatlah Ai, bentar lagi mereka sampai sini!"
' Aku hanyamenggelang tak sanggup bicara tenggorokanku sudah sakit.
"Cepat Ai, aku tendang kau keluar.!"
"Bayu jangan mati..." Akhirnya hanya itu yang aku bilang dengan suara berbisik.
"Selama kau hidup aku juga tetap hidup meski sudah di alam lain. Tapi kalau kau mati, di alam manapun aku takkan bisa menerma diriku. Satu hal lagi, ku menyayangimu"
' Dari jauh terdengar suara mobil mendekat sebelum aku sempat mengatakan aku juga menyayanginya.
"Ai, ;lewat semak-semak saja jangan lewat jalan yang tadi. mengerti? Kau pasti bisa. Ai, kalau aku mati sekarang, aku akan mati dalam keadaan bahagia. Pergilah!


' Kampungku ramai pagi ini, ada kabar dari kampung sebelah di temukan mayat laki-laki tewas tertikamperutny. berada dalam sudako juruan Binjai-Kuala. Ini sudah 2 hari sejak kejadian itu. kenapa jenazahnya di temukan lama sekali. Pasti sudah membusuk. Air mataku menderas lagi, 2 hari ini aku demam ibuku heran melihat diriku nangis nagis sendiri.
"Iya, katanya mayat itu mayat oengedar ih, mngeri kali ya. Baguslah mati saja dari pada da datang ke kampung kita bawa ganja!" Hatiku pilu mendengar emoohan tetanggaku yang tak tahu apapun tentangmu.

1 komentar:

  1. hai, saya penulis cerpen ini
    kamu dapat cerpen ini darimana ya?

    BalasHapus